Sebenernya catatan ini nggak penting-penting banget. Makanya, bagi yang males baca karena tulisan ini kepanjangan, boleh ditinggalkan.
Saya adalah mahasiswi Pendidikan Agama semester lima. Pada semester ini, terdapat mata kuliah tentang Kode Etik Keguruan. Banyak hal yang kita bahas dan pelajari tentang konsep keguruan. Dari mulai profil seorang guru, profesionalismenya hingga kompetensi pengembangan diri guru tersebut. Banyak hal yang kita perdebatkan pula. Secara teori, guru itu harus seperti ini, seperti itu, bisa ini, bisa itu, mengerti ini, mengerti itu. Bahkan jika dikaji secara mendalam, seolah-olah guru adalah sosok manusia sempurna yang mana tugasnya memang hanya membimbing, mendidik, mengarahkan, dan me-me-me selanjutnya. Tidak boleh ada celah sedikitpun untuk seorang guru melakukan kesalahan bahkan kekhilafan. Ah! Itu hanya sebatas teori, bukan?
Bukan berarti saya menyepelekan teori tersebut. Okelah… jadi gini…
Minggu ini merupakan pertemuan ke enam. Membahas tentang kompetensi pengembangan guru. Ada pertanyaan yang kurang lebih seperti ini:
“Mengapa masih ada PNS yang sering keluar pada saat jam pelajaran berlangsung. Malah ditemukan di mall, di pasar, atau di manapun yang pasti tidak di dalam kelas. Nah, bagaimana solusinya menurut kelompok anda?!”
Sepertinya menarik.
So what?
Awalnya saya tidak tertarik untuk menjawab. Tapi setelah si penanya dan si pemakalah berdebat panjang, saya mulai tertarik untuk menyudahi perdebatan aneh itu.
“Menurut saya… kita semua sudah tau jawabannya. Terutama Anda yang bertanya.”
Hanya itu? Ya, jawabannya hanya sesimple itu. Saya malas memperumit hal yang sebenarnya tidak rumit sama sekali. Wajar sekali jika si penanya akhirnya emosi mendengar jawaban saya. Mungkin dia merasa saya menyepelekan pertanyaannya. Dia kembali menanggapi jawaban saya.
“Saya tidak terima jika saya dikatakan sudah mengetahui jawabannya. Kita itu kaum intelektual. Yang mana harus mulai memecahkan permasalahan-permasalahan yang mengakar seperti ini.”
Fffhhh… mau tidak mau. Saya harus bicara panjang lebar.
“Di sini, di kelas ini… kita semua adalah calon guru. Kini kita sedang mengkaji teori-teori keguruan yang teramat hebat. Dari mulai mendalami tentang profil seorang guru. Terus cara untuk menjadi guru yang professional dan minggu ini kita mengkaji tentang kompetensi seorang guru yang mana guru harus memiliki kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan… lain-lain. Pertanyaan kali ini tidak jauh beda dengan pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari minggu ke minggu. Sebagai kaum intelektual, bagaimana bisa kita hanya membahas satu hal saja harus berminggu-minggu. Apakah tidak ada pemahaman di setiap minggunya? Padahal mata kuliah ini pun menghabiskan tiga SKS dalam satu kali pertemuan.
Guru yang seharusnya menjadi pendidik dan tidak hanya memerhatikan perkembangan peserta didiknya hanya dari segi kognitif saja, sedangkan guru juga berperan penting dalam pembentukan nilai-nilai afektif dalam diri peserta didik. Guru juga harus menguasai metode-metode agar peserta didik tumbuh menjadi manusia yang kreatif dan inovatif. Guru harus bisa menjadi teladan bagi peserta didiknya. Guru juga harus professional dengan memiliki pencapaian akademik, cerdas dan piawai dalam menyampaikan materi. Guru dituntut bahkan dibentuk agar memiliki kepribadian yang baik dan berkualitas. Harus dewasa, arif, berwibawa. Dan… lain-lain. Gosh! Betapa sempurnanya hidup Anda saat Anda menjadi guru. :D
Hanya aja, sering timbul pertanyaan, mengapa pada kenyataannya tidak semua guru seperti yang ada di teori? Dari mulai PNS yang bolos, guru yang tidak professional, guru yang kurang mampu menyampaikan materi bahkan sampai guru yang tidak dihargai oleh peserta didiknya sama sekali. Lantas apa? Bagaimana? Kita harus salto sambil teriak WEW gitu? :D #mulaialay
Ah, Kawaaan…
MARI MENJADI GURU YANG BERKUALITAS UNTUK MASA YANG AKAN DATANG. MARI MENJADI TAULADAN YANG LAYAK BAGI PESERTA DIDIK KITA. AGAR KITA SEDIKIT BANYAKNYA DAPAT BERKONTRIBUSI UNTUK MEMAJUKAN PENDIDIKAN BANGSA.
Permasalahan-permasalahan guru yang sekarang, sudah terlalu banyak solusi yang dikaji namun belum terealisasi dengan baik. Solusi-solusi itu seperti obat kutu air yang nyatanya sulit menyembuhkan hingga ke akarnya meski janji-janji manisnya dapat membasmi hingga ke akar. Padahal sudah ada banyak program yang pemerintah lakukan untuk menyejahterakan guru. “Agar tidak ada guru yang demo dan mogok mengajar karena gajinya kurang layak”.
Pada akhirnya… semua kembali kepada diri kita masing-masing. Jadikan mereka contoh nyata YANG TIDAK MENUTUP KEMUNGKINAN SEBAGIAN DARI KITA MUNGKIN AKAN ADA YANG MENJADI SEPERTI MEREKA KELAK. #nyebursumur
Hahahaha
Tadi nggak sempet ngoceh di kelas. Takut kebablasan sampe subuh. :D
Udah dulu ah! Kalo kecapean mikir, nanti saya cepat tua dan kecantikan saya cepat memudar. =p
semoga jadi guru tedana bagi yg lain nya yah kak' amien
BalasHapuswww.enasnasrudin.com
Aamiin yaaa.
HapusTerimakasih.^^
Ieu teh Euis putrina Bapak Toyo ? Ibu Esih ???
BalasHapusIya, betuuul. :v
HapusNi lengkap. Hahaha