Selasa, 03 November 2015

Lelah

Aku hanya sedang berada di batas lelah. Aku tak banyak berharap pada siapapun untuk dapat menyembuhkan rasa sakit yang berkali-kali aku tempa. Aku juga tak pernah bermimpi sedikitpun untuk berbagi sakitnya dengan orang lain. Cukup aku repih sendiri perihku. Cukup aku rasakan sendiri seluruh pilu. Kemudian membiarkan semuanya menemui takdirnya masing-masing.

Aku pernah tahu akan sebuah rasa sakit yang teramat dalam tentang bagaimana dienyahkan begitu saja dari hidup orang yang sangat aku cintai. Cinta? Entahlah. Semuanya semu. Darinya aku belajar akan bagaimana bertahan dalam luka. Aku jadi tahu bagaimana menyembuhkan diri sendiri. Memperbaiki segalanya dengan sendirinya. Menghadapinya dalam damai.

Rasanya airmata mulai berhenti berderai.

Dulu sekali, aku juga pernah tahu bagaimana rasanya tidak diinginkan. Dibiarkan hidup sendiri. Memiliki tapi tak dimiliki. Memiliki namun tak memiliki. Ah... kau tahu? Saat kau berbisik pada pepohonan tentang apa itu kesunyian, cukup kau lihat saja bagaimana caraku menghela napas, maka kau akan tahu jawabannya.

Aku hanya ibarat gulita yang sekedar berharap mampu bersinar layaknya gemintang. Aku hanya sunyi yang sekedar ingin terlihat ramai agar tak membunuh siapapun dengan gigilnya.

Aku hanya tidak mampu menangis.

Aku hanya tidak pandai tersedu dalam duka.
Andai kau punya sedikit saja waktu untuk sekedar melihat bagaimana hatiku, hidupku, dan diriku, maka kau hanya akan mendapati serpihan. Tanpa makna. Tanpa tahu bagaimana mengembalikan serpihan itu menjadi sebuah lukisan yang utuh.
Kau hanya tidak pernah ingin tahu.


Aku hanya ibarat yang kau genggam. Bukan yang kau tempatkan di dalam hatimu dengan damai.