MANGGA(H)
Oleh Excalyptuse
Suatu ketika datanglah seorang pengelana singgah ke suatu desa, menghadiahkan bibit pohon mangga pada salah satu warga desa yg ia singgahi rumahnya. Sebagai tanda hati karna bersedia menampung dan merawatnya saat dia singgah dirumahnya. Warga desa itu sangat bahagia sekali. Dibantu oleh sang pengelana, ia menanamnya di samping rumahnya. Namun, warga desa itu kecewa mengetahui pengelana tetaplah pengelana, dia hanya singgah, harus melanjutkan perjalanannya. Karena bersedih ditinggal pengelana, warga desa itu pun ikut pergi ke kota mencoba melupakan kesedihannya, meninggalkan pohon mangga yang mencoba tumbuh.
Pohon mangga itu cuma pohon, berbekal satu daun yg mekar dan batang muda hijau kecilnya, pohon mangga itu mencoba bertahan, ingin tumbuh. Hingga suatu ketika tetangga desa warga itu melihatnya. Tetangga warga desa itu pun terharu, hingga tangannya, kakinya, perasaanya, dan hatinya menggerakkan dirinya untuk merawat pohon mangga itu, sembari berjanji hanya akan mengambil buah yg jatuh saja apabila buah pohon mangga itu berbuah.
Dan ya, pohon mangga itu akhir tumbuh tinggi dan rindang, bahkan berbuah mangga yg besar dan ranum. Tetangga desa itu bahagia melihat kenyataan pohon mangga itu bukan hanya mampu berdiri kuat dia atas akarnya menahan segala cuaca baik siang dan malam. Tapi pohon mangga itu pun sudah bisa berbuah. Dia bahagia menangis terharu.
Suatu hari warga desa itu kembali, bukan untuk pulang, tapi sekadar melihat peninggalan dirinya yg dia tinggalkan saat dia pergi dulu. Tidak ada apa-apa, hanya kenangan dan satu pohon mangga besar rimbun dan berbuah sangat banyak di samping rumahnya. Dia tertegun memandangnya. Bagaimana bisa pohon itu tumbuh sebegitu suburnya?
Tetangga warga desa itu menyambutnya. Memperlihatkan pohon mangga peninggalan warga desa itu. Menceritakan semua kisah penuh rasa saat dia merawat pohon mangganya, hingga bagaimana dia memperlakukan pohon mangga itu seperti 'anaknya sendiri'.
Warga desa hanya diam sampai tiba-tiba mengambil sebuah karung besar, lalu tergesa-gesa naik ke pohon mangga besar itu. Daunnya jatuh beserakan. Tetangga itu hanya bisa terdiam, mematung melihat warga desa yang dengan sangat kasar mencoba meraih, mengambil semua buahnya sampai mematakan ranting-ranting muda pohon mangga. Dia tertegun, apa yg sedang warga desa itu lakukan?!
Warga desa tak bergeming, dia merasa bahwa dialah pemilik sah pohon mangga yang ada di samping rumahnya. Dia lah yg menanamnya. Hanya dia yg berhak memanen buahnya.
Tetangga warga desa itu pun tersentak. Ya pohon mangga itu memang bukan miliknya. Dia hanya merawatnya. Dan itu pun tanpa ada perintah dari siapa pun, hanya berbekal perasaannya saja. Dia tertunduk lalu pulang.
Setelah warga desa itu puas menaiki pohon mangga dan memanen buahnya, lantas dia membangun pagar tinggi di sekeliling pohon mangga itu bahkan membuat papan plang tulisan besar di bawah pohonnya.
"Ini adalah anakku".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar